Taka [Vocal] | "Mood" x "Image Vokalis"=
― Kamu kan tadi bilang bahwa kamu nggak terpaku sama mic dan semacamnya, tapi apa sih yang jadi perhatian kamu mengenai caramu bernyanyi?
Taka : Pada dasarnya sih aku bernyanyi sesuai dengan lagunya. Ketika bikin lagu, aku jarang membayangkan diriku sedang menyanyikannya. Aku membuat lagu sembari berpikir bahwa keren juga kalau laguku dinyanyikan orang, yang akan dinyanyikan dengan cara dia sendiri walaupun tentu ada sedikit banyak style-ku di lagu tersebut. Berdasarkan image semacam itu pun aku menentukan nuansanya secara detail. Aku sih nggak terlalu mengekspresikan diriku sendiri. Selanjutnya, ya mood lah (ngakak). Seperti bermain gitar, ada kalanya saat pertama kali mainnya nggak bertenaga, tapi kemudian bisa melakukan sebaik mungkin. Vokal juga sama aja. Walaupun pada hari tertentu kondisi tubuh mengalami perubahan, ada saatnya dimana kita bisa mendapatkan suara terbaik setelah bernyanyi beberapa kali. Jadi walaupun pada awalnya kita nyanyinya jelek, ada saatnya kita bisa bernyanyi dengan baik. Perasaan di saat-saat seperti itulah yang kumaksud dengan mood.
― Bukankah cara bernyanyimu sudah berubah? Maksudku penggunaan high tonemu bahkan berbeda.
Taka : Wah, anda memperhatikan sekali (ngakak). Tapi aku sendiri malah nggak ngerti tuh (ngakak). Mungkin karena aku sudah merasa ingin menyanyikan lagu-lagu dalam album dengan cara seperti itu, 'kali ya. Selain itu, aku hanya ingin menunjukkan apa yang aku punya. Sebelumnya, aku pernah sih dengan sengaja nyanyi sampai suaraku serak demi menyesuaikan dengan instrumen, tapi aku udah berhenti bernyanyi dengan cara seperti itu sejak Deeper Deeper, sehingga caraku mengekspresikan lagu dengan mengekspresikan diri sendiri pun ikut berubah.
Toru [Guitar] | "Main guitar" x "Emosi"=
― Kombinasi dari Toru apa nih?
Toru : Misalnya di solo partnya 69, kombinasiku adalah main guitarku, Les Paul putih dan... semangat yang kubilang tadi juga perlu sih, tapi yang kujadikan kombinasi adalah emosi pada waktu memainkannya. Aku memakai berbagai macam gitar pada saat rekaman. Tapi si Les Paul malah jarang aku mainkan. Memang di lagu seperti itu, suara yang hendak dicari bermacam-macam di setiap scenenya, sehingga aku harus memilih gitar yang paling pas. Karena solo part merupakan bagian yang tidak ditumpuk dengan suara lain, aku ingin memainkannya dengan gitar yang udah paling sering kugunakan dan mampu menghasilkan suara dan karakter yang aku banget. Karena itu, walaupun menggunakan berbagai macam gitar, aku hanya bisa mendapatkan apa yang kucari saat bertarung dengan gitar yang udah dewasa ini.
― Tadi kamu bilang kamu memakai sekitar 8 buah gitar buat rekaman kan? Nah, nambah gitar baru nggak nih?
Toru : Oh iya, nambah PRS McCarty sama Dragonfly ada 2, 3 buah lah.
― Dragonflymu banyak juga ya.
Toru : Aku bikin yang skala 666mm dengan model (Gibson ES) 335 itu pas jaman The Beginning, setelah itu aku bikin satu lagi yang bisa dibilang model Fender. Selain itu, kali ini aku juga nyewa Marlone satu buah. Walaupun aku nggak suka karena bentuknya terlalu panjang, ni gitar juara karena pitch-nya yang tetep stabil saat tuning diturunkan.
Main guitar-nya Toru, Gibson Les Paul Custom buatan tahun 1989, digunakan sejak dibeli tahun 2010. Dia menggunakan berbagai macam gitar untuk rekaman, namun inilah instrumen yang paling ia andalkan terutama pada saat yang dibutuhkan. |
Dua gitar dragonfly dimainkan dengan tuning berbeda (gambar kiri dan tengah) dan PRS McCarty dilengkapi Tremolo (gambar kanan) yang terutama digunakan untuk membuat backing track, Fender Jazzmaster dll; kesemuanya digunakan sesuai dengan imej dan suasana lagu. |
Ryota [Bass] | "bass 4 senar dan 5 senar" x "pick"=
― Di antara semua peralatan yang kamu pakai pada rekaman kali ini, apa yang menurutmu sangat berkesan?
Ryota : Aku sih pick ya. Aku memakai Tortex Standard-nya Jim Dunlop yang tipe teardrop.
― Kenapa kamu milih pick ini?
Ryota : Sebelumnya aku udah coba berbagai macam pick sih, tapi cuma pick satu ini yang nggak terlalu keras, nggak terlalu lunak juga sehingga kupikir pas dimainin jadi sesuai aja sama aku.
― Kalau gitu, apa yang kamu kombinasikan dengan pick ini?
Ryota : Bass Warwick. Untuk menyesuaikan dengan rekaman album kali ini, aku membeli Streamer Stage I yang senar 4 sama 5 masing-masing satu buah. Karena aku bisa menciptakan suara bass yang lembut tapi kuat, berat dan jernih yang aku inginkan, aku pikir kombinasi bass dan pick pada album kali ini benar-benar keren.
― Apakah kamu bermain dengan pick pada semua lagu?
Ryota : Iya, sebelumnya kan ada banyak lagu yang aku mainkan dengan petikan jari, tapi sejak sekitar album sebelumnya "Zankyou Reference", lagu yang kumainkan dengan menggunakan pick pun semakin banyak, dan untuk kali ini hampir semua lagu.... Kecuali di Be the Light sama Juvenile, aku bermain menggunakan pick. Ketika bermain menggunakan jari, emang suaranya jadi melemah sih. Sedangkan kalau bermain dengan pick itu nggak bertumpuk sama suara yang lain, dan kurasa sih emang cara ini yang lebih sesuai untuk musik kami.
― Lah tadi bukannya kamu bilang kalau kamu nggak jago main pakai pick? (ngakak)
Ryota : Bahkan sampai sekarang pun masih belum mahir kok (ngakak) tapi aku berlatih dengan keras demi menghadapi rekaman kali ini, sehingga lama kelamaan perasaan nggak bisa tadi pun teratasi. Sekarang sih aku mikir bahwa bermain menggunakan pick itu menyenangkan. Kurasa rekaman kali ini membuatku berkembang dalam hal tersebut.
―Tapi kalau soal suara yang seperti tertekan belum teratasi ya.
Ryota : Bener juga ya. Aku selalu mengutamakan suara yang kuhasilkan, tapi karena tugasku adalah mendukung musik suatu band, jadinya malah suka menghasilkan suara yang seperti tertekan begitu. Walaupun begitu, aku jelas ingin menghasilkan suara bagus yang kuinginkan dan mungkin kemampuanku saja yang masih sangat kurang... aku harus berlatih lebih keras lagi.
Tortex Standard-nya Jim Dunlop milik Ryota, digunakan pada rekaman kali ini. Ketebalannya adalah 0.88mm. |
Warwick Streamer Stage I baru yang diguanakan pada rekaman kali ini. Yang 4 senar diinstal pickup tipe PJ sedangkan yang 5 senar diinstal pickup aktif tipe humbucker; keduanya khusus bekerja pada frekuensi rendah dan menghasilkan suara persisten yang khas. Mengkombinasikan instrumen dan pick di atas, Ryota menghasilkan "suara sempurna untuk ONE OK ROCK" |
Tomoya [Drums] | "Personal drumset" x "Signature Stick" =
― Apakah ada kombinasi instrumen yang spesifik pada rekaman kali ini?
Tomoya : Kalau aku sih, pada dasarnya aku selalu memakai drumset yang sama, tapi aku membuat stick modelku sendiri lho. Setelah mendiskusikan beberapa kali, baik tentang kepadatan dan besarnya tip maupun panjang dan ketebalan stick, intinya aku membuatnya dengan sangat spesifik, stick ini menjadi satu karya yang benar-benar memuaskan. Beneran deh, karena stick ini pas banget buatku, pada rekaman kali ini pun aku selalu menggunakannya untuk bermain drum. Karena itu, kalau buatku sih kombinasi personal drumset sama custom drumstick ya. Selain itu, tempat rekaman kali ini bener-bener luas. Walaupun aku cuma mukul seperti biasa aja, gemanya terdengar beda banget, sehingga aku bermain dengan perasaan yang sangat nyaman. Kupikir lingkungan berpengaruh besar terhadap kenyamanan dalam bermain drum.
― Jadi, pada peralatanmu pun, ada batasan yang kamu buat berdasarkan genggaman tanganmu dan caramu memukul?
Tomoya : Bener banget. Pas bikin stick itu aku mencoba melakukan banyak hal, sehingga aku pun bisa memahami bahwa seperti panjang stick yang berbeda sedikit saja akan menghasilkan suara yang perbedaannya cukup signifikan. Dengan stick personalku yang sekarang ini, aku mampu menghasilkan suara yang paling ingin aku hasilkan. Beneran deh, aku seneng bisa buat ini.
Signature stick-nya Tomoya. Dibuat dari kayu hickory dengan bending yang pas. Dengan panjang 5mm lebih panjang dan diameter 0.11mm lebih kecil dari W-55F yang selalu dia gunakan sebelumnya, membuat ukurannya lebih sesuai dengan genggaman dan style Tomoya. Yang tak kalah menarik adalah ujung teardropnya dirancang lebih besar dari biasanya sehingga bisa menghasilkan suara yang destruktif. |